Header Ads

KPKS SANTO PAULUS

Cabang Tangerang

[Angkatan6&7] Rekoleksi 9 Okt 2021


Rekoleksi KPKS St. Paulus tahun ini yang diikuti oleh Angkatan 6 dan 7, mengambil tema pokok “Jadilah Saksi Kristus”.


Tepat pukul 07.30, rekoleksi diawali dengan Ibadat Pagi. Ibadat Pagi brevir diwarnai dengan suara-suara 2 angkatan ini, sungguh memberi warna tersendiri mengawali hari dengan kidung rohani. Rekoleksi dimulai dengan lagu Himne KPKS yang dibawakan secara virtual.


Sesi Pertama diisi oleh Bapak Yongki Saputra

Sesi ini yang bertema “Panggilan Menjadi Saksi Kristus”, dibawakan oleh alumnus Teologi Atmajaya. Beliau adalah dosen mata pelajaran Dei Verbum dan Pendalaman Kelompok. Sesi ini sungguh komunikatif dialogis karena melibatkan peserta secara aktif dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan.


Berikut materi yang dibawakan oleh Bapak Yongki:

Rekoleksi merupakan upaya mengumpulkan kembali pengalaman iman yang diangkat menjadi pengetahuan yang didorong oleh Roh Kudus.

Himne adalah lagu yang disiapkan untuk sesuatu yang luar biasa agar kita mau bergumul dan akhirnya himne ini menjadi miliki kita.

Rekoleksi ini menggumuli pengalaman pribadi sehingga menjadi pengalaman bersama.

Rekoleksi mencari dan menemukan yang berbeda dan menyamakan persepsi di antara pemahaman pribadi.

Dalam hidup kita banyak kebiasaan. Dalam lingkup berbeda yang kita masuki menuntut kita menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Kita sama-sama memurnikan kenapa kita ada di KPKS. Kita temukan semua pengalaman dan menyatukannya.


Bicara tentang panggilan: kita merenungkan soal relasi di mana panggilan mensyaratkan hubungan antara yang memanggil dan yang dipanggil. 

Panggilan menjadi saksi: mau menceritakan fakta atau pengalaman yang kita lihat. 

Pertama-tama menjadi saksi adalah menggumuli panggilan kita menjadi saksi Kristus, apa yang didengar, dirasakan, dan dialami.

Dalam panggilan, kita harus memiliki komitmen untuk mengungkapkan kebenaran. Saksi tanpa komitmen atau kesungguhan hanya akan menjadi sandiwara, hanya melakukan sesuai yang diminta seperti dalam persidangan.

Menjadi saksi Kristus: mengajak orang mengalami kasih Kristus. Inilah tugas utama saksi Kristus. Bukan hanya soal pengetahuan tetapi juga mengajak orang mengalami kasih Kristus. Bagaimana kita bisa mengajak orang menjadi saksi Kristus jika kita belum atau tidak  mengalami kasih Kristus. Artinya, kita juga harus menyadari pengalaman kita.

Motivasi awal sering berisi kepentingan-kepentingan diri sendiri. Nantinya, kita diharapkan memurnikan motivasi dan menyadari. 

Munculnya kekecewaan akan mengacaukan motivasi kita. Kalau hanya motivasi untuk diri sendii atau orang lain, suatu saat akan kecewa. Motivasi demi kemuliaan Tuhan akan membawa kita pada pemurnian motivasi.

Seberapa penting motivasi awal? Jika tidak ada motivasi awal, kita tidak pernah bisa mencapai akhir. Tapi di tengah motivasi dibutuhkan komitmen atau tanggung jawab untuk menjalani motivasi awal sehingga kita dapat mencapai garis akhir.

Kita diajak merenungkan keprihatinan di sekitar kita sehingga kita menjadi fasilitator rahmat bagi orang-orang di sekitar kita. Motivasi awal dimurnikan dalam mencari dan menemukan cahaya Allah dengan mencintai sabda Tuhan. Sama halnya kita masuk KPKS karena rahmat Tuhan.

Motivasi yang dimurnikan artinya ada perubahan dalam motivasi, motivasi yang belum tentu sama dengan motivasi awal kita.

Fokus pada diri sendiri tidak membuat kita merdeka. Tapi kalau fokusnya kepada Tuhan, Tuhan akan mendorong kita pada kemerdekaan.

Mencapai garis akhir adalah menuju pada pemenuhan kasih Kristus dan demi kemuliaan Allah yang makin besar.

Soal pemurnian motivasi, kita dapat belajar dari pengalaman Paulus (Kis 9:23-31)

Paulus mengalami ketidakberdayaan, terasing/tersingkir dan membutuhkan orang lain. Dalam ketidakberdayaan, ia mengalami perjumpaan dengan Yesus. Akhirnya, Paulus siap diutus.

Semoga kita dapat bertumbuh dalam pengalaman iman.




Sesi Kedua dibawakan oleh Rm. Victorius Rudy Hartono, Pr. 

Sesi kedua ini mangambil tema “Syarat Menjadi Saksi Kristus”. Romo yang saat ini menjadi Pastor Rekan di Paroki Alam Sutra mengajak kita untuk terus melayani, di mana pun.


Kalau kita mau menjadi pewarta, kita mengalami perutusan .

Syarat menjadi saksi Kristus:

1. Baptis: sebagai pintu masuk. Kita harus punya disposisi batin, pilihan batin. Menjadi katolik membawa konsekuensi. Kita tidak dapat lepas dari misi kalau kita menjadi pengikut Kristus. Dengan pembaptisan kita dipanggil dan diutus Allah kepada semua orang.

2. Kita harus lepas bebas. Ingatlah, “Ite missa est: Pergilah, kita diutus.” Kata-kata ini menjadi amanah bagi kita. Perutusan ini menjadi perintah Yesus. Menggembalakan dengan mewartakan sabda Tuhan. Jadi, kita dipanggil untuk perutusan. Sebagai amanah, ini menjadi tugas dan panggilan kita. Dalam menjalani perutusan, kita harus fokus pada tugas perutusan (dikatakan dalam Lukas 9:1-6, “Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan."

3. Mewartakan kabar gembira dengan penuh kesabaran, sukacita, lemah lembut dan penuh persaudaraan. Banyaknya hambatan atau kendala  merupakan tantangan yang harus dihadapi. Artinya, tidak menyurutkan langkah. Kesulitan seharusnya menjadi sarana untuk bertumbuh dalam iman, harapan dan kasih. Untuk Langkah ini, kita harus mengandalkan pada kekuatan dan perlindungan Allah karena Ia selalu menyertai dan mendampingi kita.


Dalam pewartaan, kita juga perlu menggunakan akal budi untuk mencari jalan mengabarkan sukacita. Kesadaran akan akal budi ini membuat kita tidak menjadi mandul/kosong. Karena dengan akal budi, kita dimampukan menemukan banyak cara untuk tetap ber-“evangelion” di tengah kondisi yang sering kali menghimpit kita. Dengan penemuan cara melalui akal budi (seperti media online atau virtual) akan memampukan kita untuk tetap mempengaruhi orang, mengubah dunia.


Menjadi saksi Kristus di era digital:

1. Menjadi saksi Kristus yang AKTIF.

2. Menjadi saksi Kristus yang TAAT.

3. Menjadi saksi Kristus yang BERTANGGUNG JAWAB AKAN IMANNYA.

4. Menjadi saksi Kristus yang SETIA SAMPAI MATI. Ini berarti sikap kemartiran.  Kita harus aktif di tengah situasi yang memprihatinkan.



Sesi Ketiga Bersama Rm. Victorius Rudy Hartono, Pr

Sesi ketiga ini mengambil tema: “Tantangan Menjadi Saksi Kristus” dengan sub-tema: “Menjadi Gereja Hibrida: Suatu Tantangan Mewarta”. Topik ini berdasar hasil penelitian beliau.


Saat ini muncul fenomena:

1. Zaman milenial ditandai dengan fenomena masyarakat digital.

2. Apakah kita mau menjadi gereja yang terhubung dan terbuka?

3. Fakta: chatting, live streaming, via aplikasi digital seperti Whatsapp, Line, Instagram. Facebook, dan sebagainya, dan ini membentuk persekutuan. Tetapi bisakah ini disebut sebagai Gereja?

4. Pewartaan kekinian: Bagaimana sikap kita?


Fakta yang ditemukan sebagai catatan spiritual:

1. Banyak anak yang terluka karena sering dibandingkan dengan yang lain.

2. Banyak anak yang tidak dihargai usahanya, tidak dihargai, banyak tuntutan.

3. Banyak anak yang muak dan tidak mengerti karena orangtua yang sering berantem secara vulgar di depan mereka.

4. Anak akhirnya melihat bahwa orangtua tidak memberi contoh atau teladan, mana yang baik dan benar.

5. Seringnya perkataan kasar dan tidak jelas.

6. Anak merasa hanya jadi objek seperti mesin

7. Anak sering melihat orangtua bertindak tidak sesuai dengan apa yang dikatakan.


Intinya, anak melihat hitam-putihnya di sekitar mereka. Ini membuat mereka depresi. Mereka lari ke mana? Mereka lari ke dunia internet. Mereka curhat, mencari tahu.


Di era digital ini pun muncul perubahan perilaku. Dulu orang kalau punya masalah, mereka masuk kamar, menyendiri dan menulis di diary. Tetapi sekarang mereka  lari ke dunia digital melalui vlog, media sosial. Mereka curhat dan sharing di media sosial. Ini membuat mereka merasa puas karena sudah curhat.


Gereja Hibrida merupakan gambaran gereja di era digital. Istilah hibrida adalah pengalaman manusia kontemporer yang terhubungan ke internet. Sosok manusia itu bukanlah fisik nondigital atau digital. Sosok itu adalah persilangan keduanya. Cirinya berubah-ubah, lentur, tanpa khayalan. Semuanya riil.


Di era digital ada 3 model pembelajaran, yaitu:

1. Model Visual: indra penglihatan untuk melihat.

2. Model Auditory: indra pendengaran untuk mendengar kisah iman dan sebagainya.

3. Model Kinestetik: melakukan praktik, gerak.


Untuk membantu anak memahami iman, kita perlu mengingat kebutuhan anak akan stimulasi sensori motorik. Ditawarkan inspirasi 3 model pembelajaran.

1. VISUAL: Indra penglihatan untuk melihat. Keluarga mempersiapkan meja dan ruang untuk misa/ibadat malam/BIA, melihat gambar.

2. AUDITORY: Indra pendengaran untuk mendengar cerita kitab suci, kisah santo-santa (telling story), aneka tonus dan lagu, urutan misa, dan sebagainya.

3. KINESTETIK: untuk melakukan praktik hidup doa, gerak saat menghafal sajak/doa, gerak lagu rohani.


Peluang Perkembangan Digital     → Gerakan Kerajaan Allah yang hadir dalam setiap situasi, perkembangan, konteks,tantangan yang terus berubah dan terus menjawab kebutuhan itu dengan kreatif melalui pewartaan kekinian.


Mencermati kondisi saat ini, Bapa Kardinal Suharyo menegaskan gerakan untuk:

1. Kembali ke jati diri (identitas).

2. Menjadi sumber identitas.

3. Integritas/terpercaya.


Gereja sebagai Gerakan Kerajaan Allah yang terus-menerus: guyub, terlibat, murah hati, injili kateketis, dan kerja sama kemartiran (bdk. Luk 19:11-27). 


Hal yang perlu kita refleksi:

1. Apa mimpi kita sebagai pewarta di era milenial ini?

2. Sebutkan 3 tantangan terbesar sebagai pewarta!

3. Apa bentuk keterlibatan kita sebagai pewarta?


Di akhir, romo berpesan untuk tetap terus maju dengan tantangan apa pun karena Roh Kudus akan menuntun. Gunakan kesadaran akal budi untuk meneruskan pewartaan.


Paus Fransiskus pernah menyampaikan “warning” bahwa misa online bukan esensi. Ini “warning” untuk mengingatkan, bukan dilarang. Gereja hibrida merupakan disposisi kita untuk terus mewartakan.


JMV Priotomo

0721052


Diberdayakan oleh Blogger.