Warna-Warni Penerimaan Angkatan 10
Sudah menjadi suatu tradisi di KPKS St Paulus Tangerang bahwa setiap angkatan terakhir bersama Senat Mahasiswa akan menjadi Tim/PIC penerimaan peserta angkatan baru berikutnya. Untuk tahun 2024 ini Angkatan 9 yang menjadi tim atau PIC untuk penerimaan Angkatan 10.
Senat Mahasiswa yang dikomandani Ibu Retno membuat sebuah kepanitiaan dengan sebutan Panitia A10. Dalam kepanitian ini juga terdapat Pengurus Inti. Selanjutnya tiap-tiap ketua kelompok memilih dua orang sebagai PIC, di mana PIC ini mewakili tiap-tiap paroki asal dari masing-masing anggota yang ada, yang saat ini ada 20 paroki.
Menjadi PIC
Menjadi seorang PIC merupakan suatu tanggung jawab besar yang diletakkan di atas bahu, yang langsung terasa, saat nama saya ditunjuk oleh ketua kelompok untuk menjadi PIC. Ada rasa senang serasa mendapatkan anugerah, tapi ada juga rasa bertanya-tanya “Apakah saya mampu memikul tanggung jawab ini? Dan menjalankannya dengan baik dan sesuai yang direncanakan?”
Ketika saya menerima tanggung jawab dengan penuh sukacita, segala rencana akan berjalan lancar. Misalnya, meskipun baru saja tiba di rumah setelah perjalanan panjang dan merasa lelah dari bekerja, saya tetap mengikuti zoom meeting malam hari, untuk mengikuti arahan dari panitia.
Selalu mengawali dengan doa dan minta bimbingan Roh Kudus merupakan sumber kekuatan dari awal sampai akhir zoom meeting. Pak Bernard menjelaskan aturan penting, terutama cara mengisi Google Form peserta dan persyaratan yang harus dipenuhi dan dilampirkan sehingga data-datanya lengkap.
Selanjutnya saya dan tiap-tiap PIC mendapatkan surat izin untuk Romo Paroki dari panitia. Surat ini untuk meminta izin setiap hari Sabtu/Minggu untuk membuka meja pendaftaran KPKS St Paulus Angkatan 10 di depan gereja, memasang spanduk besar di gereja, memasang banner, dan menyebar flyer. Untuk toolsnya seperti spanduk, banner, flyer, kipas, dan form pendaftaran sudah disediakan dengan baik oleh panitia.
Selanjutnya surat tersebut saya antarkan ke Sekretariat Gereja dan mereka menyampaikan ke Romo Paroki. Kurang lebih tiga hari jawaban pun sudah diterima yaitu diberikan izin atau tidak. Kemudian kami berkoordinasi dengan DPH Paroki untuk mendapatkan range waktu buka pendaftarannya. Untuk pemutaran video KPKS St Paulus mesti berkoordinasi dengan tim komsos. Biasanya durasi video juga diperhitungkan cukup, dan tidak panjang, agar tidak mengganggu mulainya misa. Saya juga perlu memastikan apakah video tersebut selalu ditanyangkan atau tidak, misal karena lupa atau berbarengan dengan peringatan hari tertentu dalam kalender liturgi.
Demikian juga dengan pemasangan spanduk besar penerimaan peserta Angkatan 10 KPKS St Paulus, saya tetap meminta ijin DPH Paroki, yang selanjutnya pemasangannya dilakukan oleh pihak Sekretariat Gereja saya.
In Action
Bersama teman-teman Angkatan 9, kakak kelas, dan alumni KPKS St Paulus, saya menyiapkan meja pendaftaran (meja dari Gereja), memasang banner, dan menyusun flyer dengan cermat. Tujuannya agar setelah misa selesai, kami bisa menawarkan dan memberikan informasi mengenai pendaftaran peserta kepada umat.
Bagi umat yang tertarik atau ingin bertanya lebih lanjut, nama dan nomer handphone mereka dicatat dalam sebuah buku khusus untuk kemudian difollowup dan memberi penjelasan lebih lanjut. Ada umat yang merasa kurang tertarik atau kurang cocok dengan durasi kursus yang mencapai 3 tahun, dengan pertemuan setiap hari Sabtu. Bagi mereka, hari Sabtu adalah waktu untuk keluarga.
Namun, banyak peserta yang telah mengikuti KPKS mengungkapkan pandangan yang berbeda. Mereka merasa bahwa meskipun pertemuan hanya berlangsung setiap hari Sabtu, waktu mereka menjadi lebih terorganisir dan bermanfaat. Banyak yang menyadari bahwa sebelum mengikuti KPKS, waktu mereka di rumah sering terbuang sia-sia. Dengan mengikuti kursus ini, mereka merasa waktu mereka lebih dimanfaatkan dengan baik dan mendapatkan pengalaman yang sangat berharga dan sesuatu yang sangat bermanfaat dalam hidup mereka.
Promosi juga kami lakukan dari teman ke teman, dan ini seringkali lebih efektif karena bisa menjelaskan manfaatnya dengan cara yang lebih personal. Karena sudah saling kenal, penjelasan menjadi lebih mudah dipahami. Selain itu, kami memanfaatkan juga data dari tahun lalu tentang peserta yang mundur, tidak jadi, atau belum siap untuk bergabung waktu itu.
Kami juga memanfaatkan kekuatan WhatsApp Group komunitas seperti WAG Prodiakon, WAG Lingkungan, WAG Wilayah, dan WAG Panduan Suara dan WAG lainnya. Panitia dan PIC-PIC memanfaatkan platform ini untuk menyebarkan informasi dengan cara yang engaging dan informatif.
Agar pesan promosi tidak monoton dan lebih memikat, konten yang dibagikan dirancang dengan detail yang menarik. Setiap pesan menjelaskan secara menyeluruh apa itu KPKS St Paulus, bagaimana program ini berjalan, dan seperti apa struktur serta manfaatnya. Konten mencakup informasi penting seperti alamat website KPKS St Paulus, RUDI (Rumah Digital), profil pengajar, aplikasi pendidikan yang digunakan, serta silabus pembelajaran setiap semester yang ditawarkan.
Setiap program yang telah dilaksanakan selalu ditindaklanjuti dengan rapat evaluasi oleh panitia dan PIC-PIC untuk menilai sejauh mana hasilnya tercapai.
Tes dan wawancara
Tes tertulis dan wawancara awalnya dilaksanakan pada 1 hari, tetapi kemudian diubah menjadi 2 hari dikarenakan ada beberapa peserta yang tidak bisa, sehingga bisa diganti di hari lain. Bahkan bagi mereka yang sakit pada saat tanggal tes, namun punya semangat untuk belajar, panitia melakukan tes by zoom, seperti yang dialami Ibu Fransiska Dewi Suprihati.
Saat ditanya bagaimana kesiapan mengikuti pelajaran dari awal hingga selesai di tahun ketiga, apakah bersedia mengikuti retret dan apakah ada kendala dari segi biaya ataupun penggunaan komputer, karena semua kegiatan belajar mengajar nantinya perlu upload di link RuDi (Rumah Digital), Ibu Dewi menjawab, “Semuanya bisa dipersiapkan/diatasi,dan untuk masalah IT kalaupun mengalami kesulitan saya bisa tanya anak-anak di rumah ataupun bertanya pada teman."
"Tegang dan gugup adalah perasaan saya saat tes tertulis dan wawancara," kata Ibu Theresia Dwi Wahyuni yang biasa dipanggil Ibu Yuni.
Berbeda dengan Ibu Yuni, ini jawaban Bapak Ignatius Buntoro ketika ditanya tentang perasaannya saat tes tertulis: "Tes tertulis yang menyenangkan. Hanya soalnya tidak semudah yang dibayangkan."
"Terjadi Interaksi yang menyenangkan, dinamis," katanya ketika menjawab perasaanya saat tes wawancara.
Diterima?
Tanggal 24 Juni 2024 merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh ratusan peserta tes Angkatan 10 KPKS St Paulus Tangerang. Menunggu hasil tes bisa membuat hati bergetar seperti detak jantung yang tak henti-hentinya berdetak cepat. Rasanya seperti ada suara "dag dig dug" yang terus bergaung di dalam hati. Seolah-olah hati peserta menjadi panggung konser untuk kecemasan dan harapan apakah saya diterima ,atau apakah saya tidak diterima.
Bagaimana perasaannya saat menunggu atau saat pengumuman penerimaan KPKS? Berikut jawaban Bapak Ignatius Buntoro, Ibu Dewi, dan Ibu Yuni.
"Menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Kurang yakin bisa diterima, karena pengetahuan Kitab Suci yang minim," kata Bapak Ignatius Buntoro. Namun akhirnya tahu kalau dirinya diterima.
"Perasaan saya cemas saat menunggu pengumuman," kata Ibu Yuni.
"Sempat bertanya-tanya juga, apakah saya lulus. Puji Tuhan saya terdaftar sebagai siswa yang diterima. Sungguh bersyukur karena saya bisa belajar untuk mengerti Firman Tuhan dan iman Katolik yang benar pada institusi yang tepat dan para pengajar yang berkompeten dalam bidangnya. Semoga Tuhan menuntun langkah saya, sehingga saya bisa menjalaninya dengan penuh sukacita dan bisa mengikutinya sampai selesai di tahun ketiga. Amin,” demikian sukacita yang disampaikan oleh Ibu Dewi.
Selamat datang Angkatan 10. Teruslah semangat dan rendah hati dalam setiap langkah perjalanan ini. Walau ada tantangan, yakinlah bahwa belajar dan berkembang akan selalu menjadi pengalaman berharga dan bermanfaat. Kami bangga menyambut kalian dan siap mendukung setiap langkah kalian!
“Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan” (Amsal 1:5)
(Wilhelmus Hendro Widyo Suseno)