Header Ads

KPKS SANTO PAULUS

Cabang Tangerang

Misa dan Seminar Dies Natalis Ke-10 (15 Maret 2025)

Misa Syukur

Sabtu,15 Maret 2025. Kapel di lantai 8 Universitas Atma Jaya Kampus III BSD pagi itu ramai. Bagaimana tidak? Para peserta aktif dari tiga angkatan dan alumni dari tujuh angkatan di Kursus Pendidikan Kitab Suci (KPKS) Santo Paulus Tangerang berkumpul hendak merayakan Misa Syukur Dies Natalis ke-10.

Misa dirayakan secara konselebrasi, dengan Bapa Uskup Ignatius Kardinal Suharyo sebagai selebran utama, didampingi Pastor Bernardus Hardijantan Dermawan, Pr., Pastor Bernardus Mardiatmadja, SJ, Pastor Lukas Sulaeman, OSC, dan Pastor Rafael Maria Adi, OSC sebagai konselebran. 

Dalam homilinya, Bapa Uskup menyoroti dua bagian penting dari bacaan Kitab Ulangan 26:16-19 dan Matius 5:43-48, yaitu "Engkau akan menjadi umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu" dan "Haruslah kamu sempurna, sebagaimana Bapamu yang di surga sempurna." Setiap orang memiliki panggilan hidup yang sama untuk bertumbuh menuju kesempurnaan kasih, kekudusan, dan hidup Kristiani. Dengan bergabung di KPKS Santo Paulus Tangerang, semua peserta aktif dan alumni berusaha untuk memenuhi panggilan hidupnya.


Sejak berdiri 15 Maret 2015 hingga 10 tahun usianya, ada lebih dari 1000 awam yang pernah belajar di KPKS Santo Paulus Tangerang. Sebagian besar dari alumni melayani di lingkungan, paroki atau komunitas Katolik lain. Bapa Uskup berterima kasih karena keluarga besar KPKS Santo Paulus Tangerang telah terlibat dalam pewartaan dan dinamika di Keuskupan Agung Jakarta.


Misa kemudian dilanjutkan dengan seminar bertema “Kita Adalah Teman Sekerja Allah” dengan Bapa Uskup Ignatius Kardinal Suharyo sebagai pembicara. Seminar yang berlangsung secara hybrid ini mengambil subtema “Menjadi Paulus Zaman Now” dan “Pertobatan Ekologis”.



 


Kita Adalah Teman Sekerja Allah

Sebagai pembicara,  Bapa Uskup Ignatius Kardinal Suharyo membuka seminar dengan menyapa para peserta. Namun, ada kendala pada mikrofon. Setelah berusaha memperbaiki sendiri dan mikrofon akhirnya menyala, Bapa Uskup berkata, “Untung di zaman Santo Paulus belum ada mikrofon”. Celetukan ini disambut dengan tawa para peserta, yang memahami bagaimana komunikasi Paulus kepada para jemaat bergantung pada serangkaian kunjungan dan surat-surat.

Sepanjang masa karya pelayanannya, Paulus mengalami perkembangan pemahaman dirinya sebagai murid Yesus. Ia kemudian tiba pada titik henti sebagai kawan sekerja Allah (1 Korintus 3:9), pihak yang dilibatkan Allah untuk membangun jemaat-jemaat.

Bapa Uskup memaparkan, agar bertumbuh menjadi seperti Paulus dan menjadi kawan sekerja Allah, kita yang hidup di zaman ini perlu melalui tiga pengalaman normatif. Pertama, pengalaman tidak berdaya; kedua, pengalaman dukungan dan persaudaraan; lalu ketiga, perjumpaan dengan Tuhan. Ketiga pengalaman normatif ini, menurut Bapa Uskup, merupakan cara Paulus agar Kristus hidup dalam dirinya.

Setelah bertobat, Paulus ingin bergabung ke dalam jemaat di Yerusalem, namun ada penolakan. Penganiayaan terhadap para pengikut Kristus yang dilakukan Paulus sebelumnya, membuat jemaat dan para rasul tidak bisa begitu saja percaya. Penolakan ini membuat Paulus merasa tidak berdaya dan ia memilih untuk menerima ketidakberdayaannya, hingga akhirnya Barnabas membantu.

Di sinilah formasi kedua, yaitu dukungan dan persaudaraan, membentuk Paulus. Barnabas, Si Anak Penghiburan, menjadi teman seperjalanan Paulus mewartakan Kristus. Tanpa Barnabas, Paulus hidup dalam kehilangan kepercayaan diri yang dahsyat. Barnabas membantu Paulus agar diterima di komunitas di Yerusalem. Ia tampil sebagai peneguh bagi Paulus, di saat banyak orang yang meragukan pertobatannya.

 

Formasi ketiga, perjumpaan dengan Kristus merupakan pengalaman yang membuat hidup Paulus mempunyai arah baru. Dalam Kisah Para Rasul, Lukas menggambarkan perjumpaan Paulus dengan Tuhan dalam perjalanannya ke Damsyik untuk menganiaya pengikut Kristus. Sementara, Paulus dalam surat-suratnya menggambarkan pertemuannya dengan Allah laksana peristiwa penciptaan. Dari dunia yang kacau balau, lalu ditata Allah, menjadi alam raya yang teratur. Bapa Uskup menyebutnya momen “dari gelap terbitlah terang”. Setelah perjumpaan dengan Tuhan, Paulus merasakan kasih yang berlimpah.

 

Agar bisa menjadi Paulus zaman now, para peserta seminar harus meneladani hidupnya. Bapa Uskup mengingatkan bahwa Paulus adalah sosok yang berkomitmen pada panggilannya, berpartisipasi dalam karya Allah, menjadi kawan sekerja Allah dengan kesetiaan, iman, dan kerja keras. Namun, perjalanan ini tidak mudah, penuh tantangan, dan membutuhkan pengorbanan.

Seminar bersama Bapa Uskup Ignatius Kardinal Suharyo ini menjadi peneguhan bagi para peserta, yang sebagian besar adalah keluarga besar KPKS Santo Paulus Tangerang, untuk setia menjadi teman sekerja Allah. Perayaan Dies Natalis ke-10 lebih dari sekadar menghitung usia kebersamaan sebagai sebuah komunitas, tetapi juga tentang merayakan perjalanan iman selama satu dekade dan penjaga nyala semangat untuk terus berkarya bagi kemuliaan Allah.


(Nima Grafina Sirait)

 

 


Diberdayakan oleh Blogger.