Header Ads

KPKS SANTO PAULUS

Cabang Tangerang

[Angkatan 9] Pengajar-pengajar Yang Kutu Buku Dan Indigo (?)

Baru sebulan kursus di KPKS, aku diminta untuk menulis tentang para pengajar dari sudut pandangku sendiri. Berikut kesan dan ceritaku tentang mereka.



YM Seto Marsunu

(pengajar "Pengantar Perjanjian Lama")

Wajah bapak YM Seto Marsunu cukup familiar. Di masa pandemi covid 19 aku pernah mengikuti pengajaran beliau mengenai Kitab Suci melalui daring (zoom) lebih dari satu kali. Sosok yang berkacamata tebal, rambut ikal sebahu itu mengisyaratkan si kutu buku. Tidak kusangka setelah pandemi berakhir, aku berjodoh mengikuti KPKS St. Paulus Tangerang Angkatan 9, sehingga bisa bertemu tatap muka dengan beliau. 

Awalnya aku meradang dan hampir menyerah saat ditugasi membaca berlembar-lembar halaman Perjanjian Lama (PL).  Apa boleh buat, perintah pak Seto sebagai dosen harus ditaati.  Apalagi ada suara dalam kepala yang menyuruhku untuk terus dan terus membaca. Apa untungnya sih membaca Kitab PL? Kurasa ini memang sebuah tantangan! Karena tak gampang memaksa mata estewe untuk fokus membaca. Aku harus tahan banting, percaya diri, dan bisa membangun tekad sebulat hati. Semoga pengajaran pak Seto bisa membawa hidup rohaniku bertumbuh dewasa dan dapat semakin bertanggungjawab selaras dengan kehendak-Nya.



Romo Hardijantan Dermawan, Pr 

(pengajar “Mempertanggungjawabkan Iman Katolik")

“Romo Hardi seorang indigo loh,” kata salah seorang teman. “Indigo?” apa iya yaaa…aku jadi penasaran. Kepingin bertemu dengan sosok Romo Hardijantan. Tetapi rupanya aku mesti sabar, karena Romo Hardi tidak hadir saat Misa Pembukaan KPKS Angkatan 9 pada tanggal 29 Juli 2023 di kapel gereja St. Helena, Lippo Karawaci. 

Puji Tuhan, aku bisa menjabat tangan Romo Hardi di Pesta Perak Imamat yang dirayakan di halaman kampus UAJ Serpong secara sederhana dengan potong kue dan tumpeng, dua hari setelah perayaan 17 Agustus-an. Romo Hardi memang popular. Aku dapat merasakan kalau Romo Hardi memang punya ‘sesuatu’. Aura positif yang muncul dari dalam dirinya membuat banyak orang betah mendengarkan pengajaran romo.

Romo mengaku sebenarnya tak suka keramaian apalagi berhadapan dengan banyak orang. Tetapi masalah itu dianggapnya tantangan, sehingga beliau bisa lebih mempersiapkan hati. Romo Hardi mengatakan bahwa dengan berani mengolah perasaan barulah iman kita bisa bertumbuh. Masa pandemi yang lalu, romo mengaku malah senang tidak ketemu orang juga tidak ada kunjungan umat. Setidaknya romo sudah tidak berperang dengan dirinya sendiri makanya tetap survive dalam menjalankan ketetapan Tuhan sebagai pelayan-Nya.

Waktu berlalu sangat cepat, sudah sebulan lebih mengikuti pengajaran di KPKS. Menurutku Romo Hardi sangat sabar, terlebih saat bertanya apa ada yang tahu motto Ignasian, di sini apa ada yang lulusan Psikologi, apakah ada yang mau tanya, tapi seluruh kelas diam saja, tak ada yang respon. Kasian deh Romo Hardi dicuekin…. 

Romo Hardi sangat menghargai waktu, sehingga jika waktu sudah menunjuk angka 12.30 otomatis romo akan bilang “Sudah ya….” 

Romo sangat polos dan alami. Seperti saat sedang haus, romo akan permisi minum dulu. 

Mengenai “stipendium” romo juga bilang lebih puas mendapat gaji daripada stipendium. Rahmat atau karunia itu kita dapatkan free - cuma-cuma dari Tuhan, sehingga tidak boleh pasang tarif.



Cerita-cerita beliau selalu keren dan sangat dinantikan. Misalnya ada yang omong bahwa Romo Hardi ‘kurang setengah ons’. Barangkali maksudnya romo bisa merasakan arwah yang minta beliau menyampaikan pesan ke orang tua almarhum bahwa dia baik-baik saja di alam sana. 

Pokoknya Romo Hardi sudah punya satu paket yang tak bisa ditawar lagi yakni menjadi Pastur dan dosen. Sudah komplit! Romo punya kemampuan merasakan dan kemudian mengambil kesimpulan. Semoga Romo Hardi kuat setegar batu karang, tapi juga lentur, dalam arti bisa dibengkokkan, tapi tak bisa dipatahkan. Itu pengharapanku yang tulus untuk Romo Hardi yang luar biasa !


(0923045 Helena)




Diberdayakan oleh Blogger.