50 Tahun Imamat Romo Mardi
50 TAHUN IMAMAT ROMO PROF. DR. BERNARDUS SUBROTO MARDIATMADJA, SJ
Ucapan Syukur atas Ulang Tahun Imamat ke-50
Rabu, 6 Desember 2023 di grup WA pengurus inti KPKS (Kursus Pendidikan Kitab Suci) Tangerang, muncul undangan untuk menghadiri Misa 50 tahun imamat Romo Mardiatmadja, SJ yang merupakan salah satu dosen di KPKS Tangerang. Romo Mardi, demikian panggilan akrabnya, mengajar Teologi Dasar di KPKS Santo Paulus, Tangerang. Saya sudah beberapa kali berjumpa dengan Romo, entah dalam acara wisuda KPKS, kunjungan sosial ke panti wredha, ataupun dalam kesempatan pertemuan secara daring jaman pandemi merebak. Seorang Romo yang ramah, murah senyum, dan baik hati.
Ketika saya membaca pengumuman itu, entah mengapa hati ini merasa tergelitik. Bukan kepada Misa atau Romonya, tetapi kepada peristiwanya. Peristiwa ulang tahun imamat ke-50 merupakan sesuatu yang sangat istimewa. Saya bersyukur menerima undangan ini. Dalam undangan tertera tanggal Misa adalah 8 Desember bersamaan dengan Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa. Singkat cerita jadilah kami mewakili pengurus inti KPKS Tangerang hadir setelah melalui perjalanan berlimpah hujan selama dua jam.
Kami tiba hanya sekejap sebelum perayaan Ekaristi yang dimulai pukul lima sore. Tempatnya sangat sedehana, di kapel pendidikan calon imam Jesuit di Kolese Hermanum, Skolastikat Serikat Yesus, Jl. Johar Baru, Jakarta Pusat. Jumlah yang hadir pun tidak banyak. Kurang lebih 40-an orang, termasuk empat pastur dan beberapa suster dari berbagai kongregasi yang berpakaian serba putih, serta juga beberapa frater.
Justru kesederhanaan inilah yang membawa suasana sarat makna. Suatu peristiwa besar, golden anniversary, namun dirayakan dengan sederhana dan bersahaja. Meski demikian, wajah Romo Mardi tampak bersih, sukacita, dan bahagia.
Saya baru tahu nama lengkap Romo Mardi adalah Bernardus Subroto Mardiatmadja, SJ dan berusia 80 tahun. Artinya Romo ditahbiskan sebagai Imam Jesuit ketika berusia 30 tahun. Saya juga baru tahu bahwa Romo Mardi dulu pernah terlambat tiba di Eropa untuk kuliah karena prosedur administrasi. Ia diharuskan mengejar ketertinggalannya dari teman-teman lain yang telah duluan kuliah. Dia berhasil menyelesaikan kuliahnya dalam empat tahun. Itu artinya Romo Mardi adalah seorang yang pandai, demikian pikiran saya menyimpulkan.
Saya juga baru tahu bahwa Romo Mardi tidak mengenal ibu kandungnya, karena sejak Romo berusia 23 bulan, sang ibu sudah berpulang ke pangkuan Ilahi. Kelihatannya Romo sempat kehilangan dan merindukan sosok seorang ibu.
Tanpa disengaja, saya mendengar cerita dari seorang rohaniwan bahwa Romo Mardi telah mengalami transformasi sekitar sepuluh tahun terakhir. Saya kemudian bertanya, transformasi apakah yang dimaksud. Si rohaniwan bercerita bahwa Romo Mardi yang dahulu adalah orang angkuh, sulit, dan killer. Namun sekarang berubah menjadi penuh senyum, ramah, baik hati dan bijaksana. Si rohaniwan menebak pasti telah terjadi sesuatu pada diri Romo sehingga Romo dapat berubah 180 derajat. Mungkin karena doa-doa dan pertolongan seorang Bunda Maria Yang dikandung Tanpa Noda Dosa yang dapat melembutkan sebuah hati. Dalam hati, saya menyakini bahwa itu pastilah karena sentuhan kasih Allah yang menembus hati Romo yang terdalam.
Masih terngiang homili Romo sewaktu misa tersebut, Romo teringat dengan sosok seorang Ibu yaitu Bunda Maria yang dikandung tanpa noda dosa. Bunda yang mengalami banyak penderitaan, namun begitu sederhana, taat dan setia serta senantiasa memikirkan kepentingan orang lain.
Seusai perayaan Ekaristi, Romo memberikan dirinya untuk difoto bersama teman-teman yang hadir, termasuk kami. Selanjutnya kami yang hadir dijamu dengan santap malam yang sederhana, namun sangat nikmat dan hangat. Sehangat suasana kekeluargaan di tempat itu.
Terima kasih Romo telah mengundang kami untuk menghadiri peristiwa yang sangat istimewa dan penting ini. Meski sederhana namun sarat makna. Semoga Romo selalu sehat dan bahagia.
Johanna Kemal